A.
DEFINISI
Tuberkulosis
(TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang mempu menginfeksi secara laten
ataupun progresif. (ISO Farmakoterapi, 2009)
Tuberkulosis
adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
Tuberculosis
adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman
tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke
dalam paru. Kemudian, kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh
lainnya, melalui system peredaran darah, sistem saluran limpe, melalui saluran
nafas (bronchus) atau penyebaran
langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Tb dapat terjadi pada semua kelompok
umur baik di paru maupun di luar paru. (Depkes, 1999)
Klasifikasi
a. Pembagian
secara patologis :
1. Tuberkulosis
primer (Child hood tuberculosis)
2. Tuberkulosis
post primer (Adult tuberculosis)
b. Berdasarkan
pemeriksaan dahak, TB paru dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Tuberkulosis
Paru BTA (Batang Tahan Asam) positif
2. Tuberkulosis
Paru BTA negative
c. Pembagian
secara aktifitas radiologis :
1. Tuberkulosis
paru (Koch pulmonal) aktif
2. Tuberkulosis
non aktif
3. Tuberkulosis
quitesent (batuk aktif yang mulai sembuh)
d. Pembagian
secara radiologis
1. Tuberkulosis
minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrate non kapitas pada satu paru
maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2. Moderately
advanced tuberculosis, yaitu adanya kapitas dengan diameter tidak lebih dari 4
cm, jumlah infiltrate bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila
banyangannya kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
3. For
advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrate dan kapitas yang melebihi
keadaan pada moderately advanced tuberculosis.
e. Berdasarkan
aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American Thoraasic Society
memberikan klasifikasi baru :
1. Kategori
0, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat koontak tidak
pernah, tes tuberculin negative.
2. Kategori
I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak terbukti adanya infeksi, disini
riwayat kontak positif, tes tuberculin negative.
3. Kategori
II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
4. Kategori
III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.
f. Berdasarkan
terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :
1. kategori
I : ditunjukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan
batuk TB berat.
2. Kategori
II : ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum BTA positif.
3. Kategori
III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
4. Kategori
IV : ditujukan terhadap TB kronik.
B. ETIOLOGI
TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang
aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar
UV. Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis
dan M. Avium.
C. PATOFISIOLOGI
Pada tuberkulosis, basil tuberkulosis menyebabkan suatu reaksi jaringan
yang aneh di dalam paru-paru meliputi : penyerbuan daerah terinfeksi oleh
makrofag, pembentukan dinding di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa untuk
membentuk apa yang disebut dengan tuberkel. Banyaknya area fibrosis menyebabkan
meningkatnya usaha otot pernafasan untuk ventilasi paru dan oleh karena itu
menurunkan kapasitas vital, berkurangnya luas total permukaan membrane
respirasi yang menyebabkan penurunan kapasitas difusi paru secara progresif,
dan rasio ventilasi-perfusi yang abnormal di dalam paru-paru dapat mengurangi
oksigenasi darah.
Pemeriksaan Penunjang
Pembacaan
hasil tuberkulin dilakukan setelah 48 – 72 jam; dengan hasil positif bila
terdapat indurasi diameter lebih dari 10 mm, meragukan bila 5-9 mm. Uji
tuberkulin bisa diulang setelah 1-2 minggu. Pada anak yang telah mendapt BCG,
diameter indurasi 15 mm ke atas baru dinyatakan positif, sedangkan pada anak
kontrak erat dengan penderita TBC aktif, diameter indurasi ≥ 5 mm harus dinilai
positif. Alergi disebabkan oleh keadaan infeksi berat, pemberian
immunosupreson, penyakit keganasan (leukemia), dapat pula oleh gizi buruk,
morbili, varicella dan penyakit infeksi lain.
Gambaran radiologis yang dicurigai TB adalah pembesaran kelenjar
nilus, paratrakeal, dan mediastinum, atelektasis, konsolidasi, efusipieura,
kavitas dan gambaran milier. Bakteriologis, bahan biakan kuman TB diambil dari
bilasan lambung, namun memerlukan waktu cukup lama. Serodiagnosis, beberapa diantaranya
dengan cara ELISA (enzyime linked immunoabserben assay) untuk mendeteksi
antibody atau uji peroxidase – anti – peroxidase (PAP) untuk menentukan Ig G
spesifik. Teknik bromolekuler, merupakan pemeriksaan sensitif dengan
mendeteksi DNA spesifik yang dilakukan dengan metode PCR (Polymerase Chain
Reaction). Uji serodiagnosis maupun biomolekular belum dapat membedakan TB
aktif atau tidak.
Tes tuberkulin positif, mempunyai
arti :
1.
Pernah mendapat infeksi basil tuberkulosis yang tidak
berkembang menjadi penyakit.
2.
Menderita tuberkulosis yang masih aktif
3.
Menderita TBC yang sudah sembuh
4.
Pernah mendapatkan vaksinasi BCG
5.
Adanya reaksi silang (“cross reaction”) karena infeksi
mikobakterium atipik.
D. EPIDEMIOLOGI DAN PENULARAN TB
WHO menyatakan bahwa dari sekitar 1,9 milyar
manusia, sepertiga penduduk dunia ini telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis.
Pada tahun 1993 WHO juga menyatakan bahwa TB sebagai reemerging disease. Angka
penderita TB paru di negara berkembang cukup tinggi, di Asia jumlah penderita
TB paru berkisar 110 orang penderita baru per 100.000 penduduk.9,11,15 Hasil
survey prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi
TB BTA positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara regional
prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu: 1.
wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk, 2.
wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk, 3.
wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk.
Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per 100.000
penduduk. Berdasar pada hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan
penurunan insiden TB BTA positif secara Nasional 3-4 % setiap tahunnya.
Dalam penularan infeksi Mycobacterium
tuberculosis hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1.
Reservour, sumber dan penularan
Manusia adalah reservoar paling umum, sekret saluran pernafasan dari
orang dengan lesi aktif terbuka memindahkan infeksi langsung melalui droplet.
2.
Masa inkubasi
Yaitu sejak masuknya sampai timbulnya lesi primer umumnya memerlukan
waktu empat sampai enam minggu, interfal antara infeksi primer dengan reinfeksi
bisa beberapa tahun.
3.
Masa dapat menular
Selama yang
bersangkutan mengeluarkan bacil Turbekel terutama yang dibatukkan atau
dibersinkan.
4.
Immunitas
Anak dibawah tiga tahun paling rentan, karena sejak lahir sampai satu
bulan bayi diberi vaksinasi BCG yang meningkatkan tubuh terhadap TBC.
E. Stadium TBC
- Kelas 0
Tidak ada jangkitan tuberkulosis, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat
terpapar, reaksi terhadap tes kulit tuberkulin tidak bermakna).
- Kelas 1
Terpapar tuberkulosis, tidak ada bukti terinfeksi (riwayat pemaparan,
reaksi tes tuberkulosis tidak bermakna)
- Kelas 2
Ada infeksi tuberkulosis, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit
tuberkulin bermakna, pemeriksa bakteri negatif, tidak bukti klinik maupun
radiografik).
Status kemoterapi (pencegahan) :
·
Tidak ada
·
Dalam pengobatan kemoterapi
·
Komplit (seri pengobatan dalam memakai resep
dokter)
·
Tidak komplit
- Kelas 3
Tuberkuosis saat ini sedang sakit (Mycobacterium
tuberkulosis ada dalam biakan, selain itu reaksi kulit tuberkulin bermakna
dan atau bukti radiografik tentang adanya penyakit). Lokasi penyakit : paru, pleura, limfatik, tulang
dan/atau sendi, kemih kelamin, diseminata (milier), menigeal, peritoneal dan
lain-lain.
Status bakteriologis :
a.
Positif dengan :
·
Mikroskop saja
·
Biakan saja
·
Mikroskop dan biakan
b.
Negatif dengan :
·
Tidak dikerjakan
Status kemoterapi :
Dalam pengobatan kemoterapi sejak kemoterapi diakhiri, tidak lengkap
reaksi tes kulit tuberkulin :
a.
Bermakna
b.
Tidak bermakna
- Kelas 4
Tuberkulosis saat ini tidak sedang menderita penyakit (ada riwayat
mendapat pengobatan pencegahan tuberkulosis atau adanya temuan radiografik yang
stabil pada orang yang reaksi tes kulit tuberkulinya bermakna, pemeriksaan
bakteriologis, bila dilakukan negatif. Tidak ada bukti klinik tentang adanya
penyakit pada saat ini).
Status kemoterapi :
a.
Tidak mendapat kemoterapi
b.
Dalam pengobatan kemoterapi
c.
Komplit
d.
Tidak komplit
- Kelas 5
Orang dicurigai mendapatkan tuberkulosis (diagnosis ditunda)
Kasus kemoterapi :
a.
Tidak ada kemoterapi
b.
Sedang dalam pengobatan kemoterapi.
F. FAKTOR RESIKO
1.
Faktor Umur.
Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di
Amerika yaitu umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS.
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan
orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi
tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden
tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia
diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50
tahun.
2.
Faktor Jenis Kelamin.
Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki.
Pada tahun 1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat
dibandingkan jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki
dan 28,9 % pada wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki
cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita
menurun 0,7%. TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan
wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga
memudahkan terjangkitnya TB paru.
3.
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap
pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan
dan pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka
seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat. Selain
itu tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.
4.
Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus
dihadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu
paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan
pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan
morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya
TB Paru.
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap
pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari
diantara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan
mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang
mempunyai pendapatan dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi
yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga
mempunyai status gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi
diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai
pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat
kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB Paru.
5.
Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan
resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis
kronik dan kanker kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk
terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia
per orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430
batang/orang/tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760
batang/orang/tahun di Pakistan (Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir
semua Negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan
wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah
untuk terjadinya infeksi TB Paru.
6.
Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni
di dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan
dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini
tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila
salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada
anggota keluarga yang lain.
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya
dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif
tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah
sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan
luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit
pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya
minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali
untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang
cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m.
7.
Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan
luas jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik
atau kurang leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting
karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil
TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.
Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin
atau kurang lebih 60 lux., kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang
lebih redup.
Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari
segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama
apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam
waktu yang lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kuman TB
Paru relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk
dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni
akan sangat berkurang.
8.
Ventilasi
Ventilasi
mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara
didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah
tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen
di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban
udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari
kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman
TB.
Fungsi kedua dari
ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri,
terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus
menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya
adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban (humiditiy)
yang optimum.
Untuk sirkulasi
yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas
lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas
ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga
diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya
temperatur kamar 22° – 30°C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.
9.
Kondisi
rumah
Kondisi rumah dapat
menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap, dinding dan
lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding yag
sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan
sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium
tuberculosis.
10. Kelembaban udara
Kelembaban udara
dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban yang optimum
berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C. Kuman TB Paru akan cepat mati
bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
11. Status Gizi
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko 3,7 kali
untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya
cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap
kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit.
12. Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial
ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan
akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan
kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan
berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan
menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB
Paru.
13. Perilaku
Perilaku
dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita TB
Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan
berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya
berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.
G.
TANDA DAN GEJALA
1. Tanda
a. Penurunan berat badan
b. Anoreksia
c. Dispneu
d. Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning.
2.
Gejala
a. Demam
Biasanya menyerupai
demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita
dengan berat-ringannya infeksi kuman TBC yang masuk.
b. Batuk
Terjadi karena
adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian
setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada
keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak nafas.
Sesak nafas akan ditemukan
pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian
paru.
d. Nyeri dada
Timbul bila
infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis)
e. Malaise
Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan,
berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
H. MANIFESTASI KLINIK
Diagnosa tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan jasmani, pemeriksaan bakteriologi , radiologi dan pemeriksaan
penunjang lainnya
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala
lokal ialah gejala respiratori atau gejala gejala yang erat hubungannya dengan
organ pernapasan ( sedang gejala lokal lain sesuai akan sesuai dengan organ
yang terlibat )
Gejala respiratori ialah batuk lebih dari 2 minggu, batuk bercampur
darah. Bisa juga nyeri dada dan sesak napas. Selanjutnya ada gejala yang
disebut sebagai Gejala sistemis antara lain Demam , badan lemah yang disebut sebagai
malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun menjadi semakin
kurus. Gejala respiratori sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi, sehingga pada kondisi yang
gejalanya tidak jelas sehingga terkadang pasien baru mengetahui dirinya
terdiagnosis Tuberkulosis saat medical check up
a.
Lemah, lesu, nafsu makan turun, BB turun,
b.
Subfebril terutama malam hari dan sakit punggung.
c.
Pada anak sering disertai dengan menangis malam hari
(night cries)
d.
Kadang datang dengan abses retrofaring, paravertebral,
abdominal, inguinal, bokong, poplitea.
I. DIAGNOSIS
Diagnosis paling tepat adalah ditemukannya basil Tb dari
bahan yang diambil dari pasien misalnya sputum, bilasan lambung, biopsi dll.
Tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian besar
diagnosis Tb anak didasarkan gambaran klinis, gambaran radiologis, dan uji
tuberkulin.
Untuk
itu penting memikirkan adanya Tb pada anak kalau terdapat keadaan atau
tanda-tanda yang mencurigakan seperti dibawah ini :
Pada
anak harus dicurigai menderita Tb kalau :
- Kontak erat (serumah) dengan penderita Tb dengan sputum BTA (+)
- Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG dalam 3-7 hari.
- Terdapat gejala umum
Gejala-gejala
yang harus dicurigai Tb
Gejala
umum/tidak spesifik
- Berat badan turun atau malnutrisi tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi.
- Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik (failure to thrive) dengan adekuat.
- Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran nafas akut), dapat disertai keringat malam.
- Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, biasanya multiple, paling sering di daerah leher, axilla dan inguinal.
Gejala-gejala
respiratorik :
- batuk lama lebih dari 3 minggu
- tanda cairan di dada, nyeri dada
Gejala
gastrointestinal
- diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare
- benjolan/massa di abdomen
- tanda-tanda cairan dalam abdomen
Gejala
Spesifik
- Tb kulit/skrofuloderma
- Tb tulang dan sendi
·
Tulang punggung
(spondilitis) : gibbus
·
Tulang panggul
(koksitis) :
pincang
·
Tulang
lutut
: pincang dan/atau bengkak
·
Tulang kaki dan tangan
3.
Tb Otak dan Saraf
- Meningitis dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun
4.
Gejala mata : Conjungtivitis phlyctenularis, Tuberkel koroid (hanya terlihat
dengan funduskopi)
- Uji tuberculin (Mantoux) Uji tuberkulin dilakukan dengan cara Mantoux (penyuntikan intrakutan). Tuberkulin yang dipakai adalah tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU atau PPD-S kekuatan 5 TU. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Diukur diameter tranversal dari indurasi yang terjadi. Ukuran dinyatakan dalam mm, dikatakan positif bila indurasi : > 10 mm.
- Reaksi cepat BCG Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm (dalam 3-7 hari) maka dicurigai telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
- Foto Rontgen Paru : seringkali tidak khas Pembacaan sulit, hati-hati kemungkinan overdiagnosis atau underdiagnosis. Paling mungkin kalau ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau kelenjar paratrakeal.
- Gambaran rontgen paru pada Tb dapat berupa : Milier, Atelektasis, Infiltrat , pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal, konsolidasi (lobus), reaksi pleura dan/atau efusi pleura, kalsifikasi, bronkiektasis, kavitas, destroyed lung. Diskongkruensi antara gambaran klinis dan gambaran radiologis, harus dicurigai Tb. Foto Rontgen paru sebaiknya dilakukan PA dan lateral serta dibaca oleh ahlinya.
- Pemeriksaan mikrobiologi : pemeriksaan langsung BTA (mikroskopis) dan kultur dari sputum (pada anak bilasan lambung karena sputum sulit didapat ).
- Pemeriksaan serologi (ELISA, PAP, Mycodot, dll) masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
- Pemeriksaan patologi anatomi.
- Respon terhadap pengobatan OAT. Kalau dalam 2 bulan terdapat perbaikan klinis nyata, akan menunjang atau memperkuat diagnosis TBC.
J. PENANGANAN
a.
Promotif
1.
Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2. Pemberitahuan
baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3.
Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b.
Preventif
1.
Vaksinasi BCG
2.
Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari
tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke
Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara dini.
c.
Kuratif
Pengobatan
tuberkulosis terutama pada pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu yang
lama. Obat-obat dapat juga digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis
pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi. Penderita tuberkulosis dengan
gejala klinis harus mendapat minuman dua obat untuk mencegah timbulnya strain
yang resisten terhadap obat. Kombinasi obat-obat pilihan adalah isoniazid
(hidrazid asam isonikkotinat = INH) dengan etambutol (EMB) atau rifamsipin
(RIF). Dosis lazim INH untuk orang dewasa biasanya 5-10 mg/kg atau sekitar 300
mg/hari, EMB, 25 mg/kg selama 60 hari, kemudian 15 mg/kg, RIF 600 mg sekali
sehari. Efek samping etambutol adalah Neuritis retrobulbar disertai penurunan
ketajaman penglihatan. Uji ketajaman penglihatan dianjurkan setiap bulan agar
keadaan tersebut dapat diketahui. Efek samping INH yang berat jarang
terjadi. Komplikasi yang paling berat adalah hepatitis. Resiko hepatitis sangat rendah pada penderita
dibawah usia 20 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 60 tahun keatas.
Disfungsi hati, seperti terbukti dengan peningkatan aktivitas serum
aminotransferase, ditemukan pada 10-20% yang mendapat INH. Waktu minimal terapi
kombinasi 18 bulan sesudah konversi biakan sputum menjadi negatif. Sesudah itu
masuk harus dianjurkan terapi dengan INH saja selama satu tahun.
Baru-baru
ini CDC dan American Thoracis Societty (ATS) mengeluarkan pernyataan mengenai
rekomendasi kemoterapi jangka pendek bagi penderita tuberkulosis dengan riwayat
tuberkulosis paru pengobatan 6 atau 9 bulan berkaitan dengan resimen yang
terdiri dari INH dan RIF (tanpa atau dengan obat-obat lainnya), dan hanya
diberikan pada pasien tuberkulosis paru tanpa komplikasi, misalnya : pasien
tanpa penyakit lain seperti diabetes, silikosis atau kanker didiagnosis TBC
setelah batuk darah, padahal mengalami batu dan mengeluarkan keringat malam
sekitar 3 minggu.
K. TERAPI / PENGOBATAN
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak,
tidak menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak
menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi
negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.
- Pencegahan (profilaksis) primer
Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-)
atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
- Pencegahan (profilaksis) sekunder
Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala
sakit TBC.
Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.
Obat yang
digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
- Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin,
Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat,
Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.
Pengobatan TBC pada orang dewasa
- Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol
setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan
rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
- Penderita baru TBC paru BTA positif.
- Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
- Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
- Penderita kambuh.
- Penderita gagal terapi.
- Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
- Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
- Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Pengobatan TBC pada anak
Adapun dosis
untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
- 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
- 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TBC
pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal
perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH
dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
TB tidak
berat
INH: 5
mg/kgbb/hari
Rifampisin: 10
mg/kgbb/hari
TB berat
(milier dan meningitis TBC)
INH: 10
mg/kgbb/hari
Rifampisin: 15
mg/kgbb/hari
Dosis prednison:
1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)