Selasa, 28 Februari 2012

TOKSIKOLOGI DAN PENANGANAN KERACUNAN


 -      Toksikologi  adalah ilmu yang mempelajari tentang racun.
-        Pengertian   lain   yaitu semua   subtansi yang digunakan, dibuat, atau hasil dari suatu formulasi dan produk sampingan  yang masuk ke lingkungan dan punya kemampuan untuk menimbulkan pengaruh negative bagi manusia.
-      Keracunan dapat ditimbulkan oleh zat kimia ( zat industri, obat, kosmetik, BTM), insektisida, tumbuhan ( jamur), dan hewan (bisa ular/lebah).
-      Bentuk toksisitas :
a. Toksisitas fisika : dermatitis, kulit kering, kulit pecah, iritasi, demam dll. Yang disebabkan oleh radiasi.  
b. Toksisitas kimia : disebabkan oleh asam kuat, logam merkuri, dll.
c. Toksisitas fisiologis : yang mempengaruhi ensim dalam metabolisme.
-   Semua zat adalah racun yang tegantung dari dosis dan lama kontak.
-   Zat bersifat racun yang berada dalam tubuh belum tentu bersifat racun karena sangat  tergantung dari kadar zat tersebut dalam tubuh.
-   Konsentrasi zat yang kontak dalam waktu lamam dan tidak menimbulkan efek toksik disebut ambang batas.
-   Keracunan :
     a. Keracunan akut : terjadi segera disebabkan logam, insektisida, obat dll.
     b. Keracunan kronis : terjadi dalam waktu lama dan terjadi penimbunan dalam tubuh.             
       Keracunan kronis dapat menyebabkan kanker,mutagenic, kerusakan organ, dll.
-   Penggolongan toksikologi :
      a. Toksikologi obat : efek samping/efek yang tidak diharapkan pada penggunaan obat sesuai petunjuk, keracunan akut pada penggunaan dosis berlebih, pada uji toksisitas.
      b. Toksikologi bahan makanan : penggunaan BTM, kekurangan/kelebihan gizi.
      c. Toksikologi peptisida : penggunaan peptisida dalam pertanian.
      d. Toksikologi industri : industri kimia.
      e. Toksikologi lingkungan : pencemaran lingkungan oleh bahan kimia, peptisida, kosmetik, gas buangan.
      f. Toksikologi kecelakaan : kecelakaan akibat racun termasuk bunuh diri.
      g. Toksikologi perang : senjata nuklir/biologi/kimia.
      h. Toksikologi penyinaran : penggunaan zat radioaktif dalam pengobatan, PLTN.
-   Penanganan keracunan : menjaga fungsi organ dan menghindarai absorpsi lebih lanjut, mempercepat eliminasi, dan menormalkan fungsi tubuh.
     a. Melalui mulut :
          -   mengurangi absorbsi dengan  merangsang muntah (sirup ipeca).
          -  menguras lambung (air hangat dengan tube  nasogantrik).
          -  karbon aktif, membersihkan usus ( laksan).
          - pemberian antidotum.
          -  meningkatkan eliminasi ( diuretic asam atau basa).
          -  transfuse penukar.
          -  dialysis.
          -   hemodialisis.
          -  hemoperfusi.
     b. Melalui hidung : memindahkan penderita dari  ruangan  yang  tercemar  racun, trakeotomi,resuscitator.
     c. Kontaminasi kulit : siram dengan air.
     d. Kontaminasi mata : dibilas dengan air/laritam Na Cl fisiologis.
     e. Sengatan/gigitan binatang berbisa : diikat didaerah luka gigitan, beri antidotum, pendinginan local, mengisap dari luka.
-  Antidotum yaitu zat yang memiliki daya kerja bertentangan dengan racun, dapat mengubah sifat kimia racun, atau mencegah absorbsi racun.
-   Jenis antidotum yang digunakan pada keracunan :
      a. Keracunan insektisida (alkali fosfat), asetilkolin, muskarin  : atropine, reaktivator kolinesteras (pralidoksin, obidoksin).
      b. Keracunan sianida : 4 dimetilaminofenol HCl (4-DMAP) dan natrium tiosulfat.
      c. Keracunan methanol dengan etanol.
      d. Keracunan methenoglobin : tionin.
      e. Keracunan besi : deferoksamin
      f. Keracunan As,Au, Bi, Hg, Ni, Sb : dimerkaprol(BAL =british anti lewisit).
      g. Keracunan glikosida jantung : antitoksin digitalis.
      h. Keracunan Au,Cd,Mn,Pb,Zn : kalsium trinatrium pentetat.
-  Jenis keracunan :
    a. logam berat : Pb, Hg, As, Cd, Fe.
    b. asam : asam asetat, asam klorida, asam sulfat, asam nitrat.
    c. basa : natrium hidroksida, K hidroksida.
    d. sabu dan detergen.
    e. pelarut organic : bensin, m.bumi, benzene, kloroform, alcohol
    f. Racun pernafasan : klor, nitrogen oksida, CO2, HCN, SO2,CO, H2S
    g. Senyawa pembentuk besi (III): klorat, perklorat, nitrit, nitrat membentuk besi III Hb.
    h. Alkaloid : beladona, opium, kolkhisin, nikotin.
    i.  Jamur : amatoksin, falotoksin, muskarin.
    k. Bisa ular.
    l. Insektisida
    m. Rodentisida : kumarin
    n. Herbisida :  fenoksikarboksilat, dikuat.
    o. Racun bahan makanan : enerotoksin, botulinus.
    p. Zat karsinogen : benzopiren.
    q. Obat.
-  Mekanisme kerja antidotum :
    a. Membentuk senyawa kompleks dengan racun : dimerkaprol, EDTA, penisilamin, dikobal edetat,                pralidoksin.
    b. Mempercepat detoksifikasi racun : natrium tiosulfat,dll.
    c. Berkompetisi dengan racun dalam interaksi dengan reseptor : oksigen, nalokson.
    d. Memblokade reseptor esensial : atropine.
    e. Efek antidot melampaui efek racun : oksigen, glukagon.
    f. Mempercepat pengeliaran racun : NaCl untuk meningkatkan pengeluaran urin pada keracunan bromide
    g. Mengabsorpsi racun : karbon.
    h.  Menghambat absorpsi racun : MgSO4.
    i. Perangsang muntah : sir. Ipeca.
    j. Menginaktifkan racun : natrium tiosulfat, antibisa, antitoksin botulinus.
    k. Pengendap racun : natrium sulfat, kalsium laktat.
    l. Antidot universal (campuran karbon, asam tanat, MgO (1:1:2): asam ,alkali, logam berat, glikosida.
    m. Antidot multiple (campuran besi sulfat, Mg S04, air, karbon) : As, opium, Zn, digitalis, Hg, strihnin.
    n. Serum anti bisa ular : neurotoksis, hemotoksis.
 
Penanganan keracunan :
1. Tindakan untuk penegakan fungsi vital
    -  Bebaskan jalan nafas.
    -  Nafas buatan.
    -  Menjaga sirkulasi.

2.  Tindakan primer untuk eliminasi racun ( yang belum diabsorpsi)
    -  Timbulkan muntah : sirup ipeca.
    -  Bilas lambung.
    -  Berikan zat absorben : karbon aktif.
    -  Pengosongan usus (diare paksa) : laksan.
    -  Pada kontaminasi mata : bilas dengan air hangat.
    -  Pada kontaminasi kulit : bilas dengan air.
    -  Terpapar gas beracun : beri udara segar/oksigen.
    -  Inhalasi racun : beri inhalasi glukokortikoid.

3.  Tindakan sekunder untuk eliminasi racun ( yang sudah diabsorpsi)
      -  Diuresis paksa : furosemid iv atau manitol infuse.
      - Diuresis paksa alkali : diuresis paksa ditambah natrium bikarbonat infuse (pada keracunan barbiturate,   
          asam salisilat)
     - Diuresis paksa asam : diursis paksa ditambah arginin HCl infuse atau amonium klorida (pada keracunan 
        amfetamin, metadon, efedrin, fensiklidin).
    -  Antidotum.
    -  Hemodialisa.
    -  Hemoperfusi.
    - Dialisis peritoneal dilakukan bila  hemodialisis adan hemoperfusi tidak dapat dilakukan).
    -  Transfusi pertukaran : pada intoksikasi berat (CO, methemoglobin, hemolisis).

    Pemberian antidotum.
    -   Parasetamol dengan  A-asetilsistein (reaksi konyugasi metabolit toksik).
    -   Opioid dengan nalokson ( Antagonis kompetitif pada reseptor opioid).
    - Benzodiazepin dengan flumazenil ( antagonis kompetitif pada reseptor benzodiazepin).
    -   Digitalis dengan antibody digitalis ( reaksi antigen-antibodi).
    -   Neuroleptik dengan biperidin ( sebagai antikolinergik sentral).
    -   Antikoagulan  dengan vitamin K (antagonis kompetitif pada system protrombin).
    -   Antikolinergik dengan fisostigmin ( hambatan  terhadap asetilkolinesterase)
    -   Alkalifosfat/karbamat dengan atropine (antagonis kompetitif reseptor Ach.).
    -   Metanol dengna etanol ( ikatan kompetitif pada alkoholdehidrogenase).
    -   Amanitin/jamur amanita dengan silibinin (hambatan ambilan amanitin di hepatosit).
    - Sianida dengan DMAP, Natrium tiosulfat, EDTA ( terjadi pembentukan methemoglobin/tiosianat/kompleks CN ).
    -   Nitrit/nitrat dengan biru toluidin/biru metilen (reduksi methemoglobin).
    -   Tembaga dengan D-penisilamin (pambentukan kompleks Cu).
    -   Logam berat dengan EDTA/NaCaDTPA/dimerkaprol (pembentukan kompleks).

sumber:
Farmakologi Toksikologi 

Minggu, 26 Februari 2012

EKSTRAKSI

1. Pengertiaan
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia.
2. Tujuan Ekstraksi
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.

Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi:

1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai.

2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti ini, metode umum yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai
untuk kelompok senyawa kimia tertentu

3. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional, dan biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese medicine (TCM) seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air dan dekok dalam air untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus ditiru sedekat mungkin jika ekstrak akan melalui kajian ilmiah biologi atau kimia lebih lanjut, khususnya jika tujuannya untuk memvalidasi penggunaan obat tradisional.

4. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus.

Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel.

3. Prinsip ekstraksi
Prinsip Maserasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
Prinsip Perkolasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan.
Prinsip Soxhletasi
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
Prinsip Refluks
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
Prinsip Destilasi Uap Air
Penyarian minyak menguap dengan cara simplisia dan air ditempatkan dalam labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap air akan masuk ke dalam labu sampel sambil mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam simplisia, uap air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga, campuran air dan minyak menguap akan masuk ke dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri.
Prinsip Rotavapor
Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 5-10º C di bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung dalam labu alas bulat penampung.
  • Prinsip Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.
  • Prinsip Kromatografi Lapis Tipis
Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan.
  • Prinsip Penampakan Noda
a. Pada UV 254 nm
Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi.
b. Pada UV 366 nm
Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm.
c. Pereaksi Semprot H2SO4 10%
Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi tampak oleh mata.
4. Jenis Ekstraksi
  1. Ekstraksi secara dingin
Metode maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.
Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komonen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin.
Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedang kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin.
Metode maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi sebagai berikut :
  • Modifikasi maserasi melingkar
  • Modifikasi maserasi digesti
  • Modifikasi Maserasi Melingkar Bertingkat
  • Modifikasi remaserasi
  • Modifikasi dengan mesin pengaduk
Metode Soxhletasi
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon
Keuntungan metode ini adalah :
    • Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung.
    • Digunakan pelarut yang lebih sedikit
    • Pemanasannya dapat diatur
Kerugian dari metode ini :
    • Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas.
    • Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya.
    • Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di bawah komdensor perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang efektif.
Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut, misalnya heksan :diklormetan = 1 : 1, atau pelarut yang diasamkan atau dibasakan, karena uapnya akan mempunyai komposisi yang berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah.
Metode Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien.
2. Ekstraksi secara panas
Metode refluks
Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung..
Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi dari operator.
Metode destilasi uap
Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyak-minyak menguap (esensial) dari sampel tanaman
Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia yang mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal.
Sumber :
  • Ditjen POM, (1986), "Sediaan Galenik", Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
  • Wijaya H. M. Hembing (1992), ”Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia”, Cet 1 , Jakarta .
  • Sudjadi, Drs., (1986), "Metode Pemisahan", UGM Press, Yogyakarta
  • Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. ITB: Bandung. 3-5.

Sabtu, 25 Februari 2012

Nilai Kasih Sayang Ibu

"Seorang anak yang mendapati ibunya sedang memasak di dapur menuliskan sesuatu diselembar kertas. Ibu menerima kErtas dan Membacanya:
Ongkos upah Membantu Ibu =
- Membantu ke warung 20.000
- Menjaga adik 20.000
- Membuang sampah 5000
- Membereskan tempat tidur 10.000
- Menyiram bunga 15.000
- Menyapu dan Mengepel 15.000
Jumlahnya 85.000"

 "Selesai membaca Ibu tersenyaum, mengambil pena dan menulis dibelakang kertas yang sama =
- Mengandung selama 9 bulan "GRATIS"
- Jaga malam karena menjagamu "GRATIS"
- Air mata yang menetes karnamu "GRATIS"
- Khawatir memikirkan keadaanmu "GRATIS"
- Menyediakan makan, minum, pakaianmu dan keperluanmu "GRATIS"
Jumlah keseluruhan nilai Kasih sayangku "GRATIS"

"Air mata anak berlinang lalu memeluk Ibu dan berkata "Aku sayang Ibu" Lalu dia mengambil Pena dan menulis dikertas 'Lunas'
Meskipun dengan nyawa kita ingin membayar kasih sayang Ibu itu tidak sebanding dengan pengorbanan Ibu untuk kita"
"From me to mother with Love"

Sumber:
Kkqu tersayang yg selalu ada di hati,,,

Jenis-jenis Titrasi Redoks


Jenis-jenis Titrasi Redoks:
  1. Titrasi Iodometri
  2. Titrasi Iodimetri
  3. Titrasi Permanganometri
  4. Titrasi Bromometri
  5. Titrasi Serimetri
  6. Titrasi Nitrimetri
Titrasi Iodometri
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi dipergunakan secara luas oleh analisis titrimetrik. Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir dalam kondisi oksidasi yang berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan banyak reaksi redoks. Banyak dari reaksi-reaksi ini memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam analisi titrimetrik dan penerapan-penerapannya cukup banyak.
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II, dimana zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukn dengan menggunakan larutan baku tiosulfat .
Oksidator + KI → I2 + 2e
I2 + Na2 S2O3 → NaI + Na2S4O6
Sedangkan iodimetri adalah merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodine dititrasi kembali dengan larutan tiosulfat.
Reduktor + I2 → 2I-
Na2S2 O3 + I2 → NaI +Na2S4 O6
Untuk senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang rendah dapat direksikan secara sempurna dalam suasana asam. Adapun indikator yang digunakan dalam metode ini adalah indikator kanji.
Sedangkan bromometri merupakan metode oksidasi reduksi dengan dasar reaksi aksidasi dari ion bromat .
BrO3- + 6H+ + 6e → Br- + 3H2O
Adanya kelebihan KBrO3 dalam larutan akan menyebabkan ion bromida bereaksi dengan ion bromat
BrO3 + Br- + H+ → Br2 +H2O
Bromine yang dibebaskan akan merubah warna larutan menjadi kuning pucat (warna merah ), jika reaksi antara zat dan bromine dalam lingkungan asam berjalan cepat maka titrasi dapat secara langsung dilakukan. Namun bila lambat maka dapat dilakukan titrasi tidak langsung yaitu larutan bromine ditambah berlebih dan kelebihan bromine ditentukan secar iodometri. Bromin dapat diperoleh dari penambahan asam kedalam larutan yang mengandung kalium bromat dan kalium bromide.
Substansi-substansi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur reduksi untuk dititrasi langsung dengan iodin adalah tiosulfat, arseni dan entimon, sulfida dan ferosianida. Kekuatan reduksi yang dimiliki oleh dari beberapa substansi ini adalah tergantung dari pada konsentrasi ion hydrogen, dan reaksi dengan iodin baru dapat dianalisis secara kuantitatif hanya bila kita melakukan penyesuaian ph yang sulit.
Dalam menggunakan metode iodometrik kita menggunakan indikator kanji dimana warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetra korida dan kloroform. Namun demikan larutan dari kanji lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin–kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitiv untuk iodin.
Dalam beberapa proses tak langsung banyak agen pengoksid yang kuat dapat dianalisis dengan menambahkan kalium iodida berlebih dan mentitrasi iodin yang dibebaskan. Karena banyak agen pengoksid yang membutuhkan larutan asam untuk bereaksi dengan iodin, Natrium tiosulfat biasanya digunakan sebagai titrannya. Titrasi dengan arsenik membutuhakn larutan yang sedikit alkalin.
Dalam larutan yang sedikit alkalin atau netral, oksidasi menjadi sulfat tidak muncul terutama jika iodin dipergunakan sebagai titran. Banyak agen pengoksid kuat, seperti garam permanganat, garam dikromat yang mengoksid tiosulfat menjadi sulfat, namun reaksinya tidak kuantitatif.
Pada penentuan iodometrik ada banyak aplikasi proses iodometrik seperti tembaga banyak digunakan baik untuk biji maupun paduannya metode ini memberikan hasil yang lebih sempurna dan cepat daripada penentuan elektrolit tembaga.
Pada metode bromometri, kalium bromat merupakan agen pengoksid yang kuat dengan potensial standar dari reaksinya
BrO3 + 6H+ + 6e → Br- + 3H2O
Adalah +1,44 V. Reagen dapat digunakan dalam dua cara yaitu sebagai sebuah oksdasi langsung untuk agen-agen pereduksi tertentu dan untuk membangkitkan sejumlah bromin yang kuantitasnya diketahui.
Sejumlah agen pereduksi pada titrasi langsung metode bromometri sepertyi arsenik, besi (II) dan sulfida serta disulfida organik tertentu dapat dititrasi secara langsung dengan sebuah larutan kalium bromat .
Kehadiran bromin terkadang cocok untuk menentukan titik akhir titrasi,
beberapa indikator organik yang bereaksi dengan bromin untuk memberikan perubahan warna. Perubahan warna ini biasanya tidak reversibel dan kita harus hati-hati agar kita mendapatkan hasil yang lebih baik .
Reaksi brominasi senyawa-senyawa organik larutan standar seperti kalium bromat dapat dipergunakan untuk menghasilkan sejumlah bromin dengan kuantitas yang diketahui. Bromin tersebut kemudian dapat digunakan untuk membrominasi secara kuantitatif berbagai senyawa organik. Bromide berlebih hadir dalam kasus-kasus semacam ini, sehingga jumlah bromin yang dihasilkan dapat dihitung dari jumlah KBrO3 yang diambil. Biasanya bromin yang dihasilkan apabila terdapat kelebihan pada kuantitas yang dibutuhkan untuk membrominasi senyawa organik tersebut untuk membantu memaksa reaksi ini agar selesai sepenuhnya.
Reaksi bromin dengan senyawa organiknya dapat berupa subtitusi atau bisa juga reaksi adisi.

  1. Titrasi Iodimetri
Iodimetri merupakan titrasi langsung dan merupakan metoda penentuan atau penetapan kuantitatif yang pada dasar penentuannya adalah jumlah I2 yang bereaksi dengan sample atau terbentuk dari hasil reaksi antara sample dengan ion iodida .Iodimetri adalah titrasi redoks dengan I2 sebagai penitar. Dalam reaksi redoks harus selalu ada oksidator dan reduktor ,sebab bila suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya  (melepaskan electron ), maka harus ada suatu unsur yang bilangan oksidasinya berkurang atau turun (menangkap electron) ,jadi tidak mungkin hanya ada oksidator saja ataupun reduktor saja. Dalam metoda analisis ini , analat dioksidasikan oleh I2 , sehingga I2 tereduksi menjadi ion iodida :
A ( Reduktor ) + I2 →       A ( Teroksidasi ) + 2 I -
Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat (lemah) , sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor kuat yang dapat dititrasi. Indikator yang digunakan adalah amilum yang akan memberikan warna biru pada titik akhir penitaran .
I2 + 2 e - →   2 I-
Iod merupakan zat padat yang sukar larut dalam air (0,00134 mol/L) pada 25C , namun sangat larut dalam larutan yang mengandung ion iodida . iod membentuk kompleks triiodida dengan iodida :
I2 + I- →   I3-
Ion cenderung dihidrolisis membentuk asam iodide dan hipoiodit :
I2 + H2O  →        HIO + H+ + I-
Larutan standar iod harus disimpan dalam botol gelap untuk mencegah peruraian HIO oleh cahaya matahari .
2HIO      →     2 H+ + 2 I- +O2 (g)
Warna larutan iod 0,1 N cukup tua sehingga iod dapat bertindak sendiri sebagai indikator . Iod juga memberikan suatu warna ungu atau lembayung pada pelarut seperti CCl4 atau kloroform, dan kadang-kadang itu digunakan untuk mendeteksi titik akhir. Namun lebih lazim digunakan suatu larutan kanji, karena warna biru tua kompleks pati-iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap iod. Kepekaan itu lebih besar dalam larutan sedikit asam dari pada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida . Molekul iod diikat pada permukaan beta amilosa, suatu konstituen kanji.
Larutan iod merupakan larutan yang tidak stabil , sehingga perlu distandarisasi berulang kali. Sebagai Oksidator lemah, iod tidak dapat bereaksi terlalu sempurna, karena itu harus dibuat kondisi yang menggeser kesetimbangan kearah hasil reaksi antara lain dengan mengatur pH atau dengan menambahkan bahan pengkompleks.
Larutan iod sering distandardisasi dengan larutan Na2S2O3 . selain itu bahan baku primer yang paling banyak digunakan ialah As2O3 pada pH tengah, Berdasarkan reaksi :
I2 + 2 e- →     2 I- E◦= 0,536 volt
H3AsO3 + H2O                      →    H3AsO4 + 2 H+ + 2 e- E◦= 0, 559 volt
———————————————————————–
H3AsO3 + H2O + I2 H3 →    AsO4 + 2 H+ + 2 I- E◦= -0,023 volt
Reaksi diatas menunjukkan , bahwa sebenarnya iod terlalu lemah untuk mengoksidasi H3AsO4 . Namun dengan mentitrasi pada pH cukup tinggi , maka kesetimbangan digeser kekanan ( H+ yang terbentuk diikat oleh OH- dalam larutan yang berkelebihan OH- itu) . Pada umumnya pH tersebut diantara 7 dan 9, tidak terlalu basa , karena akan mendorong disproporsional I2 terlalu banyak .Untuk mengatur pH tersebut ,larutan yang agak asam dijenuhi dengan NaHCO3 yang akan menghasilkan penahan dengan pH antara 7 dan 8.
  1. Titrasi Permanganometri
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Titrasi dengan KMnO4 sudah dikenal lebih dari seratus tahun. Kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe+, asam atau garam oksalat yang dapat larut dan sebagainya. Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan permanganometri seperti: (1) ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan. (2) ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak pada: Larutan pentiter KMnO4¬ pada buret Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4 Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+¬. MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O ↔ 5MnO2 + 4H+ Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4 Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air. H2C2O4 + O2 ↔ H2O2 + 2CO2↑

  1. Titrasi Bromometri
Asam Barbiturat adalah zat induk barbital-barbital yang sendirinya tidak bersisat hipnotik. Sifat ini baru nampak jika atom-atom hydrogen pada atom C 5 dari inti pirimidinnya digantikan oleh gugusan alkil atau aril.
Barbital-barbital semuanya bersifat lipofil, sukar larut dalam air tetapi mudah dalam pelarut-pelarut non polar seperti minyak, kloroform dan sebagainya. Sifat lipofil ini dimiliki oleh kebanyakan obat yang mampu menekan ssp. Dengan meningkatnya sifat lipofil ini, misaInya dengan mengganti atom oksigen pada atom C 2 menjadi atom belerang, maka efeknya dan lama kerjanya dipercepat, dan seringkali daya hipnotiknya diperkuat pula.
Secara kimia, barbiturat merupakan derivat asam barbiturat. Asam barbiturat merupakan hasil reaksi kondensasi antara urea dengan asam malonat.
Adapun rumus beberapa turunan asam barbiturat, antara lain : Penggolongan barbiturat disesuaikan dengan lama kerjanya, yaitu:
Nama
Substituen pada
BM
1
R1
R2
Barbital, veronal
-
Etil
etil
184,19
Fenobarbital, luminal
-
Etil
fenil
232,23
Butetal, soneril
-
Etil
n-butil
212,24
Pentobarbital, nembutal
-
Etil
1-metil butil
224,27
Allobarbital, alurat
-
Alil
alil
208,21
Aprobarbital, alurat
-
Alil
isopropil
210,23
Metarbital, gemonil
Metil
Etil
etil
198,22
Mefobarbital prominal
Metil
Etil
fenil
246,2

           Barbiturat kerja panjang
Contohnya: Fenobarbital digunakan dalam pengobatan kejang
           Barbiturat kerja singkat
Contohnya: Pentobarbital, Sekobarbital, dan Amobarbital yang efektif sebagai sedatif dan hipnotik
           Barbiturat kerja sangat singkat
Contohnya: Tiopental, yang digunakan untuk induksi intravena anestesia.
Analisis kualitatif pada barbiturat dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pereaksi umum dan spesifik sebagai berikut :
Pereaksi          
Pereaksi
Hasil Reaksi
Vanillin
Zwikker (campuran CuSO4 dan piridin)
Biuret (CuSO4 + NaOH)
Iodoform
Xanthydrol
Formaldehida
Buchi-Parlia
Resorsinol
Merkuri
Warna
Warna, endapan
Warna
Endapan, bau
Endapan
Warna
Endapan, kristal
Warna
Endapan
Metode spektrofotometri untuk tablet
Pengukuran absorbansi barbiturat pada daerah ultraviolet dapat dilakukan dengan beberapa cara. Barbiturat dapat dilarutkan dalam basa kuat dan pengukuran dilakukan pada A max 255 nm. Metode ini spesifik jika spektra dari senyawa penganggu tidak peka terhadap perubahan pH. Pengukuran pada 260 nm lebih baik karena menghilangkan gangguan yang disebabkan oleh hasil peruraiannya.
Metode kolorimetri dengan garam kobalt
Reaksi parri dapat digunakan sebagai dasar analisis kuantitatif.
Metode asidi-alkalimetri
Semua barbiturat dapat ditetapkan sebagai asam berbasa satu. Titrasi dalam air dihindarkan karena sifat keasamannya yang lemah dan kelarutannya dalam air yang kecil. Oleh karena itu titrasi dilakukan dengan pelarut campuran air-alkohol.
Titrasi yang paling cocok untuk barbiturat dilakukan dalam suasana bebas air. Natrium barbiturat juga dapat ditetapkan secara TBA.
Metode argentometri
Dalam suasana basa barbiturat dengan perak nitrat membentuk garam yang tak larut. Reaksi yang terjadi tergantung suasana larutannya. Penetapan kadar secara potensiometri akan didapat hasil yang lebih tepat dan teliti, dengan elektroda baku perak-perak klorida dan elektroda penunjuk perak.
Modifikasi dari metode Budde telah dilakukan oleh Schulek dan Rozsa dengan melarutkan sampel dalam larutan Natrium Tetraborat 5% dan dititrasi dengan perak nitrat 0,1 N dengan menggunakan indikator kalium kromat. Reaksi pada metode modifikasi ini hanya terjadi pada barbiturat yang kedua atom nitrogennya tidak tersubtitusi, seperti Barbital.

Metode bromometri untuk gugus yang tidak jenuh
Beberapa barbiturat mempunyai substituen pada kedudukan 5 yang merupakan gugus yang tidak jenuh, seperti dial. Gugus ini dapat dititrasi kuantitatif dengan brom.
  1. TITRASI SERIMETRI
serimetri adalah penetapan kadar reduktor dengan menggunakan larutan serium (IV) sulfat sebagai titran
titrasi dapat dilakukan dalam suasana asam, karena dalam suasan netral terdapat endapan serium (IV) hidroksida atau garamnya.
adapun keunggulan dari serimetri yaitu:
larutan dalam asam sulfat tahan panas dan cahaya
dapat dipakai untuk penetapan sample  yang mengandung klorida 
penggunaannya luas
redoks yang terjadi sederhana
  1. TITRASI NITRIMETRI
Seorang farmasis dituntut untuk menguasai berbagai metode yang digunakan untuk penetapan kadar maupun pembakuan suatu bahan atau menganalisis senyawa obat. Salah satu metodenya yaitu nitrimetri yang termasuk dalam metode titrasi volumetri. Nitrimetri umumnya digunakan untuk penetapan sebagian besar obat sulfonamida dan obat-obat lain yang sesuai penggunaannya.
Teori Singkat (sumpah!!!!singkat banget..  )
Penetapan kadar zat dengan jalan titrasi mengunakan natrium nitrit sebagai titran dinamakan nitrimetri. Titrasi ini digunakan untuk penetapan kadar amina primer aromatik berdasarkan reaksi pembentukan garam diazonium dengan asam nitrit pada suhu di bawah 15oC. Dalam kondisi terkontrol, reaksi tersebut berlangsung secara kuantitatif. Oleh karena reaksi tersebut tidak begitu cepat maka titrasi dilakukan perlahan-lahan. Untuk menjaga suhu di bawah 15oC dapat digunakan pecahan es atau sirkulator. Di atas 15oC, garam diazonium yang terbentuk akan terhidrolisa menjadi fenol (Khopkhar, 1990).
Akhir titrasi atau Titik akhir tercapai ditandai dengan terjadinya warna biru seketika dan hal itu dapat ditunjukkan kembali setelah dibiarkan selama 1 menit.
Karena mempunyai bobot ekivalen yang sama karena jenis reaksi yang terjadi sama, larutan titer natrium nitrit konsentrasinya dinyatakan dalam molar yaitu setiap satu mol senyawa yang mengandung gugus amin primer aromatik setara dengan satu mol NaNO2 membentuk garam diazonium.
Sumber:
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Erlangga. Jakarta.
Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
DAY.R.A dan UNDERWOOD A.L.2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi VI. Jakarta : Erlangga
Dirjen.POM.1979.Farmakope Indonesia Edisi III .Jakarta : Departemen kesehatan RI.